Wednesday, November 23, 2011

Tempat Pelelangan Ikan: Banknya nelayan Baron

Lagi , tentang Pantai Baron. Kali ini tentang Petugas di Tempat Pelelalangan Ikan (TPI) Baron.
TPI Baron dijaga oleh dua orang , yaitu pak Sariyo dan Pak Wasiman.Pak Sariyo, pria yang tinggal di Tepus, berumur kurang lebih 55tahun. Sebelumnya lama bertugas di Pantai Drini. Sementara itu pak Wasiman pria berumur 30an tahun memang asli bertugas di Baron. Tugas kedua orang ini cukup penting bagi nelayan dan pengepul ikan. Hasil tangkapan nelayan dibawa ke TPI dan ditimbang oleh petugas.

Panen ikan di Bulan November

Bulan November 2011, di Pantai Baron (lagi). Ya maklumlah beberapa bulan  ini penulis sedang membantu penelitian mahasiswa UGM untuk disertasinya.
Pada minggu ketiga bulan November ini nelayan Pantai Baron mulai panen Lobster dan ikan layur. Dua jenis hewan ini merupakan komoditas yang ermnilai ekonomi tinggi. Lobster tentu saja  harganya mahal. Lobstr jenis batu dan mutiara harganya mencapai 400ribu perkilo. Karena harganya mahal para nelayan tentu saja memilih menjual semua tangkapan lobster daripada dikonsumsi sendiri. Pasaran lobster sebagian  besar dijual ke Jakarta. Jadi lobster dari pantai Baron ini setelah dipaking langsung dibawa ke Jakarta, sampai di Jakarta kira-kira 1-2 hari kemudian keadaannya masih hidup. Bila ada yang mati harganya mungkin lain.


Keunikan kehidupan di Gua-gua Daerah Tepus, Gunungkidul



Daerah Tepus Gunungkidul ternyata menyimpan misteri yang belum terungkap. Daerah karst ini pada musim kemarau keadaanya kering kerontang sehingga hanya seperti tanaman ketela yang dapat tumbuh di ladang penduduk. Untuk mencari air penduduk biasanya harus berjalan jauh ke sumber-sumber air atau mengandalkan kiriman dari mobil tangki yang dioperasikan swasta (bisnis). Harganya berkisar dari 70-200 ribu per tangki volume 5.000 liter.
Bila di permukaan  keadaanya kering kerontang maka di perut bumi sebenarnya tersimpan banyak air. Sebagai bukti di daerah Tepus banyak dijumpai  gua denga sungai bawah tanahnya. Gua di daerah karst terbentuk karena proses pelarutan batuan kapur oleh air. Air yang melarutkan batuan lama-kelamaan dalam jangka waktu ribuan tahun membentuk lorong-lorong yang semakin besar. Ukuranya bisa seluas lapangan bola atau bahkan lebih. Di sekitar pantai Siung , Desa Purwodadi, juga terdapat beberapa gua. Pada Bulan Agustus yang lalu penulis bersama beberapa teman dari Kupiyo Adventure berkesempatan untuk memasukinya.
Lorong masuk gua tersebut sempit, hampir tidak mengira bila bisa dimasuki orang. Untuk masuk gua jangan lupa memakai helm, memakai sepatu, dan membawa senter. Helm sangat penting untuk melindungi kepala karena untuk masuk lorong yang sempit seringkali kita harus menunduk.Jika tidak memakai hel kepala bisa terantuk batu.

Senter tentu saja sebagai alat penerang. Karena setelah beberapa meter masuk dari mulut gua, keadaannya gelap gulita tanpa cahaya sama sekali. Artinya sinar matahari sama sekali tidak bisa menembus ke daerah zona gelap total.
Apakah zona gelap total, dalam keadaan tanpa sinar matahari bisa ditemukan kehidupan?
Jawabnya : Bisa.
Penulis menemukan  beberapa jenis hewan di gua ini. Ada sejenis jangkrik gua yang bentuk tubuhnya sudah menyesuaikan dengan keadaan  gelap total ini. Hewan yang termasuk ordo Radophoridae ini ditemukan di tepi aliran sungai  sebuah gua di Tepus.
Ketika disenteri dalam jarak dekat hewan ini tidak memberi respon menghindar. Ini mungkin sebagai bukti bahwa karena sudah beradaptasi dengan kegelapan indera penglihatan sudah tidak berfungsi baik.

Karena indera ini tidak dibutuhkan lagi di keadaan tanpa cahaya. Tapi Tuhan Maha Adil, sebagai bentuk adaptasinya hewan ini memiliki sungut yang sangat panjang. Sungut ini sebagai indera peraba. Maka ketika didekati dengan tangan sungutnya bergerak mendeteksi gerakan di sekitarnya. Sebagai catatan hewan ini tidak berbahaya, menggigit atau beracun seperti sebagian besar hewan gua lainnya.
Penulis juga menemuka hewan lain, yaitu sejenis kepiting gua. Tubuhnya berwarna pucat. Jenis kepiting ini bentuknya seperti kepiting sungat tawar. Ukuranya sektiar 15-20 cm. Kepiting ini biasa ditemukan di gua yang ada aliran sungainya. Ketika ditemukan , gerakanya cenderung lambat tidak agresif seperti kepiting sungai di luar gua.
warna tubuhnya memucat, tanda bahwa sudah terjadi adaptasi dengan lingkungan gelap total.

Hewan gua ternyata memilik cara bertahan hidup sendiri. Cara menemukan makanan, cara hidup dan cara berkembang biak. Relung ekologinya sempit, dan  mungkin sudah tidak dapat hidup di luar gua lagi. Jika daerah karst banyak yang rusak, atau gua-gua rusak, maka hewan-hewan ini terancam kehidupanya. Dari segi ilmu pengetahuan hewan ini penting untuk dipelajari dari sisi taksonomi, ekologi, maupun evolusinya. Keberadannya merupakan bukti bahwa suatu jenis hewan akan beradaptasi dengan lingkungannya. Jika daerah karst rusak, maka boleh jadi beberpa tahun ke depan kita atau anak cucu kita sudah tidak bisa menemui hewan-hewan tersebut. Menjaga lingkungan karst dengan tidak merusaknya merupakan langkah yang bijaksana.

------wonosari, 22 nov 2011, 11.30 wib --------




Friday, November 11, 2011

Ketemu Bulu Babi di Pantai Selatan Gunungkidul

Pantai selatan Gunungkidul tipenya berkarang berpasir. Karang-karang yang terhampar di zona pasang surut menjadi habitat berbagai jenis binatang dan tetumbuhan. Jenis binatang seperti ikan-ikan kecil, moluska (hewan bertubuh lunak), jenis-jenis kepiting, echinodermata, dan porifera pembentuk terumbu karang bisa dengan mudah diamati.
Ada hewan yang bentuknya bulat dengan duri-duri di seluruh bagian tubuh. Hewan ini termasuk dalam Echinodermatan  atau hewan berkulit duri. Salah satu jenis hewan berkulit duri yang banyak hidup di pantai ini adalah bulu babi.
Bentuknya seperti pada gambar di bawah  ini.

Terobosan Kebijakan pangan nasional

Artikel ini saya ambil dari Harian Kompas tanggal 11 November 2011 dengan judul Pangan Strategis : Pemodal Ambil Alih.


Indonesia dalam  beberapa waktu dekat ini telah membuat beberapa kebijakan mengenai pangan nasional.
Pertama,  diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian nomor 61 tahun 2011 tentang Pengujian Penilaian Pelepasan dan Penarikan Varietas. Peraturan ini  mendorong percepatan uji produk transgenik. Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah diubah DNA nya dengan cara rekayasa genetik. DNA tanaman asli disisipi DNA dari organisme lain seperti bakteri dengan tujuan untuk menghasilkan benih tanaman dengan kualitas  yang diharapkan manusia seperti tahan pada hama jenis tertentu, menghasilkan buah tanpa biji (partenokarp),atau tahan kondisi kekeringan.

Apa yang dipikirkan Anak tentang Orangtuanya

Tulisan ini dari Andika TriWangsa Cahya Suryadiningrat di Facebook.

Andika menulis tentang apa yang dipikirkan anak tentang orangtuanya, semoga bisa membantu para pembaca merenung dan bercermin.

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAERAH GUNUNGKIDUL (1)


oleh: Heru tricahyanto

Bila anda orang Gunungkidul pasti sudah pernah mendengar komentar  seperti ini  : disana air mahal ya, terus tempatmu ada air tidak. Sebai orang Gunungkidul kita tidak perlu berkecil hati karena di balik semua masalah itu, ternyata kawasan Gunungkidul sangat menarik dari segi potensi keanekaragaman hayati dan wisata alam. Pantai-pantai karang berpasir di Gunungkidul menurut saya sangat indah,  lebih indah jika dibandingkan dengan pantai di Bantul atau Kulonprogo. Gunungkidul dari sisi geologi merupakan kawasan karst yang keberadaanya dilindungi  oleh undang-undangan dan diusulkan oleh para ahli sebagai warisan dunia. KARST berasal dari bahasa daerah Yugoslavia yang merupakan nama suatu kawasan diperbatasan Italia Utara dan Yugoslavia sekitar kota Trieste. Istilah Karst ini kemudian dipakai untuk menyebut semua kawasan batu gamping yang telah mengalami suatu proses pelarutan

Friday, November 4, 2011

Belajar Kehidupan dari Pak Nelayan (1)

Sore itu tanggal 2 Nov, sekitar jam 3 saya bersama istri  main ke Pantai Baron. Pantai tidak begitu ramai karena memang bukan hari libur namun ada juga beberapa pengunjung yang nampaknya dari luar Gunungkidul juga sedang menikmati suasana pantai. Dibandingkan dengan pantai lain di Gunungkidul Baron memang jauh lebih ramai karena lokasinya lebih dekat bila dijangkau dari Jogja.
Sore itu hampir semua kapal nelayan yang berjumlah sekitar 60 masih sandar di pantai. Lalu kami ketemu dengan salah seorang nelayan, pak Yadi namanya.