Mengalir dalam keseharian,
kadang tanpa rencana kegiatan yang rigid. Mengalir saja. Ternyata tidak selalu
tenang, karena muncul pergumulan.
Hari ini kujanjikan pada AJi
untuk bermain pohon pertanyaan. Dalam benakku akan kusiapkan ranting pohon
kering, lalu bisa diberdirikan. Setiap pagi, siang atau sore Aji, Jati jika
punya pertanyaan, menuliskannya dalam kertas warna dan menempelkan pada salah
satu rantingnya.
Lalu yang lain yang baca
pertanyaan itu dan bisa membantu mencarikan penyelesaiannya akan menawarkan
jawaban atau bantuan.
Ranting pohon kering memang
belum kudapat. Lalu AJi menagih janji
permainan ini. Kertas warna kesepakatannya ditempelkan saja pada daun pintu
limasan di teras. Aji kuterangkan mengenai ide pohon pertanyaan ini, tentang
pertanyaan apa yang perlu ditulis. Tentang pertanyaan yang tidak perlu
dituliskan. Dan ternyatan dia bingung memahami penjelasanku. Moodku negatif
hampir meletup, lalu aku bebersih di sekitar akuarium yang ada bau busuknya.
Kukeluarkan filter yang sudah kotor.
Maksudnya agar energi negatif keluar. Lalu sumber busuk ditemukan.
Beberapa pikiran muncul,
untuk menganggu istri dengan kegaalauanku ini. Namun segera kutepis, energi
negatif yang dibagikan bisa merusak mood kerja.
Ada buku Suara dari keheningan,
pada halaman terakhir ternyata
ada tulisanku saat-saat galau. Sedikit
banyak mengobati dan memberi peta lagi cara mengatasinya.
Saat ini menulis menjadi
katarsis yang mengurangki beban
pikiranku. Kemerdekaan yang sesungguhnya kurasakan dari menulis ini. Walaupun
tidak setiap waktu bisa menumpahkannya pada deretan keyboard laptop. Terkadang
saat ide muncul lalu menunda agar nanti saja menghidupkan laptop. Saat sudah di
depan laptop ide-ide dan perasaan sudah berubah sama sekali.
Menulis membantuku untuk
melihat diri, menelanjangi diri dengan santun karena harus dikemas dengan
deretan huruf dan kata, memadukannya menjadi sebuah kalimat yang runtut.
Sementara ide dan perasaan yang muncul di kepala seperti banjir air yang mengalir deras tanpa bisa dibendung.
Banjir perasaan dalam kata-kata yang diam, lalu hanya bisa direspon dengan
degup jantung yang makin menjadi, napas yang yang makin sering dan berat.
Sedikit kupahami tentang
kondisi fisikku saat ini. Dalam raga yang sebenarnya masih kuat ini aku berkompromi dengan kadar koelsterol yang
tidak pernah turun selama 6 tahun. AKu juga menyadari kerapuhn kehendak, tidak
bisa mengerem lidah yang kecanduan keinginan makan gorengan.
Ragaku ditaklukkan oleh
degup jantung dan tekanannya pada
pembuluh yang mungkin makin menyempit karena timbunan lemak. Ambisi dan
keinginan dijinakkna oleh kondisi ini sehingga aku mengalah untuk membiarkan
diriku lemas dan mengantuk.
Aku belum punya cara untuk
menyampaikan ini dalam kata-kata yang tidak memelas, minta dikasihani. Sesuatu
yang jelas tidak aku sukai karena akan membangkitkan egoku. Kebutuhanku untuk didengar oleh orang yang
tidak mudah terseret dalam aura negatifku , namun mau merangkul.
Dalam deretan kata dan
kalimat ini sebenarnya aku masih mencari
sesuatu yang pas untuk diriku. Aku masih dalam perjalanan memahami diriku yang
tidak sepenuhnya kumengerti. Pergumulan yang sama muncul saat usia SMA, dengan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih berkembang. Kegelisahan yang dulunya hanya
untuk diriku sendiri, saat ini lebih kutujukan untuk AJi dan Jati. Besok mau
seperti apa?
Romo Grasius SVD saat
Desember kemarin memberi banyak penghiburan. Karena beliau juga bergumul dengan
pertanyaan itu dengan para novisiatnya.
Work at home Dad
---- 9 januari 2020 ---
No comments:
Post a Comment