Tuesday, April 21, 2020

GALAU LAGI




Mengalir dalam keseharian, kadang tanpa rencana kegiatan yang rigid. Mengalir saja. Ternyata tidak selalu tenang, karena muncul pergumulan.
Hari ini kujanjikan pada AJi untuk bermain pohon pertanyaan. Dalam benakku akan kusiapkan ranting pohon kering, lalu bisa diberdirikan. Setiap pagi, siang atau sore Aji, Jati jika punya pertanyaan, menuliskannya dalam kertas warna dan menempelkan pada salah satu rantingnya.
Lalu yang lain yang baca pertanyaan itu dan bisa membantu mencarikan penyelesaiannya akan menawarkan jawaban atau bantuan.
Ranting pohon kering memang belum kudapat. Lalu AJi  menagih janji permainan ini. Kertas warna kesepakatannya ditempelkan saja pada daun pintu limasan di teras. Aji kuterangkan mengenai ide pohon pertanyaan ini, tentang pertanyaan apa yang perlu ditulis. Tentang pertanyaan yang tidak perlu dituliskan. Dan ternyatan dia bingung memahami penjelasanku. Moodku negatif hampir meletup, lalu aku bebersih di sekitar akuarium yang ada bau busuknya. Kukeluarkan filter yang sudah kotor.  Maksudnya agar energi negatif keluar. Lalu sumber busuk ditemukan.
Beberapa pikiran muncul, untuk menganggu istri dengan kegaalauanku ini. Namun segera kutepis, energi negatif yang dibagikan bisa merusak mood kerja.  Ada buku Suara dari keheningan,  pada halaman terakhir ternyata  ada tulisanku saat-saat galau. Sedikit  banyak mengobati dan memberi peta lagi cara mengatasinya.
Saat ini menulis menjadi katarsis yang  mengurangki beban pikiranku. Kemerdekaan yang sesungguhnya kurasakan dari menulis ini. Walaupun tidak setiap waktu bisa menumpahkannya pada deretan keyboard laptop. Terkadang saat ide muncul lalu menunda agar nanti saja menghidupkan laptop. Saat sudah di depan laptop ide-ide dan perasaan sudah berubah sama sekali.
Menulis membantuku untuk melihat diri, menelanjangi diri dengan santun karena harus dikemas dengan deretan huruf dan kata, memadukannya menjadi sebuah kalimat yang runtut. Sementara ide dan perasaan yang muncul di kepala seperti   banjir air yang mengalir deras tanpa bisa dibendung. Banjir perasaan dalam kata-kata yang diam, lalu hanya bisa direspon dengan degup jantung yang makin menjadi, napas yang yang makin sering dan berat.
Sedikit kupahami tentang kondisi fisikku saat ini. Dalam raga yang sebenarnya masih kuat ini  aku berkompromi dengan kadar koelsterol yang tidak pernah turun selama 6 tahun. AKu juga menyadari kerapuhn kehendak, tidak bisa mengerem lidah yang kecanduan keinginan makan gorengan.
Ragaku ditaklukkan oleh degup jantung  dan tekanannya pada pembuluh yang mungkin makin menyempit karena timbunan lemak. Ambisi dan keinginan dijinakkna oleh kondisi ini sehingga aku mengalah untuk membiarkan diriku lemas dan mengantuk.
Aku belum punya cara untuk menyampaikan ini dalam kata-kata yang tidak memelas, minta dikasihani. Sesuatu yang jelas tidak aku sukai karena akan membangkitkan egoku.  Kebutuhanku untuk didengar oleh orang yang tidak mudah terseret dalam aura negatifku , namun mau merangkul.
Dalam deretan kata dan kalimat ini sebenarnya  aku masih mencari sesuatu yang pas untuk diriku. Aku masih dalam perjalanan memahami diriku yang tidak sepenuhnya kumengerti. Pergumulan yang sama muncul saat usia SMA, dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih berkembang. Kegelisahan yang dulunya hanya untuk diriku sendiri, saat ini lebih kutujukan untuk AJi dan Jati. Besok mau seperti apa?
Romo Grasius SVD saat Desember kemarin memberi banyak penghiburan. Karena beliau juga bergumul dengan pertanyaan itu dengan para novisiatnya.

Work at home Dad
---- 9 januari 2020 ---

No comments:

Post a Comment