Friday, March 17, 2017

Langkah Kaki yang Menghidupi

ribuan kilo jalan yang kau tempuh
lewati rintang untuk aku anakmu
ibuku sayang masih terus berjalan
walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
seperti udara kasih yang engkau berikan
tak mampu ku membalas.. (Ibu oleh Iwan Fals)

Bu Sawiyem (60th) setiap hari berjalan 5-10km dari rumahnya di Desa Pulutan ke arah Kota Wonosari. Bebannya tidak ringan lho.... Di gendongannya ada sebakul nasi,bumbu Gudang dan dan daun jati untuk bungkus nasi. Yaa kira-kira kalau ditimbang 5 kg. Ritual tersebut sudah ia jalani lebih dari 30 tahun.
Anaknya yang dulu masih bayi saat is awal berjalan kini sudah berumahtangga. Sementara yang bungsu sudah bekerja. Ibu ini tinggal di Desa Pulutan dan berjualan dari desanya menuju Wonosari kota. Setiap hari termasuk hari Minggu. Semuanya itu dilakukan dengan berjalan kaki.

" Lha dinten Minggu kolo wingi kok mboten mande But", tanyakan.
" Sadean kok Mas. Lha kulo mandheg teng Ndaleme Pak Rawuh," jawabnya.

Padi itu masih berkabut setelah jalanan diderah hujan semalaman. Waktu belum genap jam setengah tujuh pagi tapi  Ibu Sawiyem sudah terlihat di jalan Pulutan sambil menggendong bakulnya. Langkahnya stabil walaupun tidak cepat. Sesekali dia berhenti di rumah orang yang membeli nasi gudangnya. Cukup dengan  3ribu rupiah saja kita sudah kenyang, sekedar untuk sarapan. Nasi dengan lauk gudangan ndeso, sederhana saja tapi enak.

"Sik masak jam pinten Bu, tanyaku.
" Nggih racik-racik niku wiwit jam tigo. Terus kulo masak. Nek bahane pun kulo siapkan saking sonten,"jawabnya.


Bu Sawiyem di rumah dengan suaminya. Hasil panen padi suaminya menjatuhkan nasi yang ia jajakan. Daun untuk bungkus dari daun jati di sekitar rumahnya. Dan sejak 30 tahun lalu langkah kakinya tak henti menapaki sepanjang jalan Pulutan sampai Wonosari.
Setiap hari pun Hari Minggu tak kenal libur.

Itulah gambaran wanita desa yang menjalani kehidupannya secara tekun dan sederhana. Jauh dari hidup yang hinggar bingar. Jauh dari keriuhan media sosial dan gemerlap modernisme. Namun dari sorot matanya terlihat kedalaman makna hidup. Pilihan hidupnya yang sederhana dijalani dengan pegangan. Langkah kakinya yang semakin menua dihela dengan napas Iman bahwa "Hidup itu tidak hanya dari roti (materi) saja namun juga mencegahnya Sabda yang keluar dari mulut Allah".

Sambil melangkah dari dalam hatinya Bu Sawiyem mungkin "nyenyuwun" ke hadapan Allah. Hidupnya dikuatkan oleh keyakinan Sabda bahwa :
" mintalah maka kamu akan diberi,carilah maka kamu akan mendapat". Sabda yang mungkin tidak pernah didengarnya itu namun malah sudah "manjing" dalam hati Bu Sawiyem menjadi keyakian hidup yang menghidupi dan menguatkan langkahnya.

Dari tubuh ringkihnya ada kekuatan rohani yang tidak bisa disepelekan begitu saja.Ketabahan, kesabarannya menjadi bekalnya menjalani kehidupan. Tidak sedikitpun "Nggresulo" atau "sambat" . Namun bebannya yang berat tidak lagi terasa karena setiap helaan napasnya adalah ucapan syukur kepada Allah, Sang Pemberi Hidup.


No comments:

Post a Comment