Tuesday, April 21, 2020

Merangkul ketakutan


                                               
Tulisan dari www.utusan.id berjudul : Ada Tuhan di Luar Sana menarik sekali. Tulisan yang disajikan secara renyah, diangkat dari pengalaman hidup seseorang. Nampak seperti pengalaman sederhana namun jika diselami lebih dalam bisa menjadi bekal menguatkan iman.
Yang paling menarik  bagi saya adalah paragraf ini : Rasa takut dan iman adalah kedua hal yang sama tetapi berbeda. Perbedaan itu sangat tipis, hampir tidak terlihat. Ketakutan adalah saat kita mempercayai sesuatu yang tidak kita lihat dan belum tentu akan terjadi dalam hidup kita. Iman adalah ketika kita memercayai sesuatu yang tidak kita lihat namun kita percaya dan berharap bahwa sesuatu itu akan terjadi dalam hidup kita. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (bdk. Ibr. 11: 1).

Bagi saya ketakutan seringkali muncul saat menghadapi keheningan. Karena dengan cepat memunculkan banyak pengalaman yang ada di dasar ingatan. Keheningan yang pasti dijumpai dalam keseharian adalah saat tengah malam, saat anak dan istri sudah terlelap, biasanya tinggal saya sendiri. Di rumah tidak ada TV praktis pilihannya hanya diam, membuka buku atau gawai.
Dalam suatu waktu tiba-tiba saja muncul rasa tidak berdaya,sia-sia dan keraguan saat meneliti satu-persatu yang sudah dilewati.  Kurang lebih usaha yang telah saya jalankan selama lebih dari 15 tahun ini dari belum menikah sampai punya anak 2, pada kondisi kritis. Boleh dibilang mau bangkrut karena hasil yang didapat hanya cukup atau kadang kurang hanya untuk membayar gaji karyawan. Sementara waktu sudah tercurah untuk anak-anak yang memilih homeschoolling. Ada pilihan memang, jika saya cari kerja di luar untuk mendapat uang yang lebih banyak, maka harus banyak meninggalkan rumah. Namun tarik ulur terjadi,  siapa yang menemani anak-anak di rumah saat kutinggal. Sementara ibunya baru pulang sore hari. Dengan kesadaran saya ambil pilihan untuk tinggal di rumah.
Pilihan kami untuk pendidikan anak juga bukan jalan yang mudah. Kami adalah keluarga homeschoolling, anak-anak tidak sekolah. Kerennya sekolah di rumah. Namun lebih tepat jika dikatakan tidak sekolah (unschoolling). Pilihan yang bukan paksaan memang, karena timbul dari kesadaran, setelah mencoba dan meneliti memang belum saatnya untuk mengambil jalur pendidikan formal. Pergulatannya adalah saat rutinitas pagi, karena di rumah anak-anak terbiasa santai sering bangun siang. Setahun ini mencoba mendisiplinkan dengan sarapan mengikuti misa pagi di Gereja. Keragu-raguan sering kali muncul dengan masa depan anak-anak bagaimana?
Pada suatu waktu juga saya mengalami ketakutan karena kadar kolesterol yang bertahun-tahun lebih banyak di atas ambang normal. Ketakutan kalau-kalau pagi hari sudah pindah ke lain dunia alias dipanggil Tuhan. Karena kakak dan ayah mengalami hal yang sama. Meninggal tanpa sakit yang berarti.
Kisah Nabi Yeremia meneguhkan hati saya.  Krisis dan penderitaan Yeremia membuat lelah dengan hidupnya. Sehingga terbitlah  litani rintihan. Yeremia meratapi hidupnya demikian : “ Celaka aku, ya ibuku, bahwa engkau telah melahirkan aku, seorang yang menjadi buah perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri.” Yang dialami Yeremia adalah penderitaan  dan kepahitan yang begitu hebat. Sampai-sampai  Yeremia menganggap Allah telah menipunya sehingga tidak perlu dipercaya lagi.
Yakub yang melarikan diri karena ketakutan akan dibunuh oleh Esau tiba di tepi Sungai Yabok. Lalu datang seorang laki-laki yang bergulat dengan Yakub sampai wajar menyingsing. Dan Yakub memenangkan pertarungan tersebut.  Lalu laki-laki itu memberkati Yakub dan memberinya sebutan baru : Israel.  Yakub menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan Allah dan menami tempat bertarungnya itu Pniel.
Yusuf juga mengalami penderitaan saat disingkirkan oleh saudara-saudaranya dengan dijual menjadi budak. Lalu setelah bekerja di rumah Pontifar,  orang penting di lingkaran Firaun. Namun lagi-lagi mengalami penderitaan karena difitnah oleh istri Pontifar sehingga Yusuf dipenjarakan. Namun karena menjadi anak yang baik lagi-lagi menjadi anak kesayangan kepala penjara. Karena kemampuannya menafsirkan mimpi lalu Yusuf menjadi kepercayaan Firaun.
Dari beberapa kirah itu terlihat bahwa perjumpaan dengan Allah hanya dapat dilakukan lewat mengalami penderitaan. Penderitaan yang seperti apakah itu? Tiap orang sepertinya punya kisah sendiri-sendiri. Yang terlihat di mata  hanyalah sedikit dari yang keseluruhan dialami. Ada seorang temah yang saya  lihat mapan, bahagia, kecukupuan,anak-anaknya sekolah lancar. Namun tiba-tiba adalah masalah dengan istrinya, keluarganya terbelah. Sampai saat ini belum selesai sehingga hidup terpisah.
Saat mengalami hidup yang berat ada kerinduan untuk mendapat petunjuk dari Allah. Oh Tuhan berikan petunjukMu untuk kujadikan pegangan hidup, sebuath syaitu lagu yang dinyanyikan  Panbers. Bagaimanakah sikap saya agar bisa menerima petunjuk dari Tuhan. Kisah Maria dan Marta menarik sekali. Ketika Yesus ternyata lebih berkenan kepada Maria yang diam di dekat kaki Yesus, dibandingkan dengan Marta yang sibuk ini itu menyiapkan segala sesuatu untuk menyambut tamunya.
Diam yang bagaimanakah? Maria menjadi teladan sikap diam tersebut. Dari saat  saat Malaikat Gabriel mengunjunginya dan memberitakan kelahiran Yesus (Luk 1: 26-38). Kemudian berlanjut saat Bunda Maria mengunjungi Elizabeth saudaranya, yang menyebutnya sebagai ‘Ibu Tuhanku’ (Luk 1:43). Saat para gembala dan para malaikat menyembah Yesus Sang Putera yang dilahirkan di kandang Betlehem (lih. Luk 2:19), di sanalah pertama kali saya membaca, bahwa Maria menyimpan segala perkara di dalam hatinya dan merenungkannya (Luk 2:51)  Ia tidak mengerti perbuatan Putranya. Tetapi ia tidak memakai ketidakmengertiannya sebagai bahan untuk dipersoalkan dan dibicarakan. Ia menerimanya dengan diam, sampai di kaki salib Putranya.

Dalam diamnya Maria menyimpan segala perkara dalam hatinya dan merenungkannya. Ini tentu bukan hal yang mudah. Secara reaktif bukankah saya selalu mempertanyakan hal-hal pahit yang dialami dengan kata tanya : Mengapa ini terjadi. Terbit rasa perlawanan dalam hati. Dan merasa penderitaan sebagai hukuman dari Tuhan.
Santa Edith Stein  mengatakan bahwa Maria menjadi teladan  utama bagi saya.  Bagaimana saya harus diam di hadapan Allah.  Dalam diamnya Maria saya belajar untuk membuka batin dan pikiran bagi Allah dan  sesama. Dengan diam-diam pula
Tuhan bekerja di dalam dirinya. Maria selalu menimbang-nimbang sabda Allah dengan hening dan diam. Itulah sebenarnya inti terdalam dari kehidupan doa saya.

Sepertinya dari peristiwa dan kejadian sehari-hari yang saya alami saya harus menyelam lebih dalam lagi. Bukan pada peristiwa gembira atau sedih, penderitaan atau kebahagiaan, namun pada kemampuan saya untuk memaknainya. Fritz Meko SVD menuliskan puisi yang indah:

Saya adalah
Impian langit
Yang digenang darah dan air
Mengalir
Dalam rongga rahim
Datanglah kehidupan
Lalu
Saya  pun terus mengembara
Menyusuri aneka peristiwa
Menggali makna
Mengendus hikmah
Dan
Kembali menimbunnya
Dengan harapan-harapan yang tersisa.




Biodata :
Heru Tricahyanto
Alamat : Dimaskomputer, Jl Veteran 12 Trimulyo 1 Kepek Wonosari Gunungkidul 55813

No comments:

Post a Comment