Tulisan dari www.utusan.id berjudul :
Ada Tuhan di Luar Sana menarik sekali. Tulisan yang disajikan secara renyah,
diangkat dari pengalaman hidup seseorang. Nampak seperti pengalaman sederhana
namun jika diselami lebih dalam bisa menjadi bekal menguatkan iman.
Yang paling
menarik bagi saya adalah paragraf ini : Rasa takut dan iman adalah kedua hal yang sama
tetapi berbeda. Perbedaan itu sangat tipis, hampir tidak
terlihat. Ketakutan adalah saat kita mempercayai sesuatu yang tidak kita lihat
dan belum tentu akan terjadi dalam hidup kita. Iman adalah ketika kita
memercayai sesuatu yang tidak kita lihat namun kita percaya dan berharap bahwa
sesuatu itu akan terjadi dalam hidup kita. “Iman adalah dasar dari segala
sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”
(bdk. Ibr. 11: 1).
Bagi
saya ketakutan seringkali muncul saat menghadapi keheningan. Karena dengan
cepat memunculkan banyak pengalaman yang ada di dasar ingatan. Keheningan yang
pasti dijumpai dalam keseharian adalah saat tengah malam, saat anak dan istri
sudah terlelap, biasanya tinggal saya sendiri. Di rumah tidak ada TV praktis
pilihannya hanya diam, membuka buku atau gawai.
Dalam
suatu waktu tiba-tiba saja muncul rasa tidak berdaya,sia-sia dan keraguan saat
meneliti satu-persatu yang sudah dilewati.
Kurang lebih usaha yang telah saya jalankan selama lebih dari 15 tahun
ini dari belum menikah sampai punya anak 2, pada kondisi kritis. Boleh dibilang
mau bangkrut karena hasil yang didapat hanya cukup atau kadang kurang hanya
untuk membayar gaji karyawan. Sementara waktu sudah tercurah untuk anak-anak
yang memilih homeschoolling. Ada
pilihan memang, jika saya cari kerja di luar untuk mendapat uang yang lebih
banyak, maka harus banyak meninggalkan rumah. Namun tarik ulur terjadi, siapa yang menemani anak-anak di rumah saat
kutinggal. Sementara ibunya baru pulang sore hari. Dengan kesadaran saya ambil
pilihan untuk tinggal di rumah.
Pilihan
kami untuk pendidikan anak juga bukan jalan yang mudah. Kami adalah keluarga homeschoolling, anak-anak tidak sekolah.
Kerennya sekolah di rumah. Namun lebih tepat jika dikatakan tidak sekolah (unschoolling). Pilihan yang bukan
paksaan memang, karena timbul dari kesadaran, setelah mencoba dan meneliti
memang belum saatnya untuk mengambil jalur pendidikan formal. Pergulatannya
adalah saat rutinitas pagi, karena di rumah anak-anak terbiasa santai sering
bangun siang. Setahun ini mencoba mendisiplinkan dengan sarapan mengikuti misa
pagi di Gereja. Keragu-raguan sering kali muncul dengan masa depan anak-anak
bagaimana?
Pada
suatu waktu juga saya mengalami ketakutan karena kadar kolesterol yang
bertahun-tahun lebih banyak di atas ambang normal. Ketakutan kalau-kalau pagi
hari sudah pindah ke lain dunia alias dipanggil Tuhan. Karena kakak dan ayah
mengalami hal yang sama. Meninggal tanpa sakit yang berarti.
Kisah
Nabi Yeremia meneguhkan hati saya. Krisis dan penderitaan Yeremia membuat lelah
dengan hidupnya. Sehingga terbitlah litani rintihan. Yeremia meratapi hidupnya
demikian : “ Celaka aku, ya ibuku, bahwa engkau telah melahirkan aku, seorang
yang menjadi buah perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri.” Yang
dialami Yeremia adalah penderitaan dan
kepahitan yang begitu hebat. Sampai-sampai
Yeremia menganggap Allah telah menipunya sehingga tidak perlu dipercaya
lagi.
Yakub
yang melarikan diri karena ketakutan akan dibunuh oleh Esau tiba di tepi Sungai
Yabok. Lalu datang seorang laki-laki yang bergulat dengan Yakub sampai wajar
menyingsing. Dan Yakub memenangkan pertarungan tersebut. Lalu laki-laki itu memberkati Yakub dan
memberinya sebutan baru : Israel. Yakub
menyadari bahwa ia telah berhadapan dengan Allah dan menami tempat bertarungnya
itu Pniel.
Yusuf
juga mengalami penderitaan saat disingkirkan oleh saudara-saudaranya dengan
dijual menjadi budak. Lalu setelah bekerja di rumah Pontifar, orang penting di lingkaran Firaun. Namun
lagi-lagi mengalami penderitaan karena difitnah oleh istri Pontifar sehingga
Yusuf dipenjarakan. Namun karena menjadi anak yang baik lagi-lagi menjadi anak
kesayangan kepala penjara. Karena kemampuannya menafsirkan mimpi lalu Yusuf
menjadi kepercayaan Firaun.
Dari
beberapa kirah itu terlihat bahwa perjumpaan dengan Allah hanya dapat dilakukan
lewat mengalami penderitaan. Penderitaan yang seperti apakah itu? Tiap orang
sepertinya punya kisah sendiri-sendiri. Yang terlihat di mata hanyalah sedikit dari yang keseluruhan
dialami. Ada seorang temah yang saya
lihat mapan, bahagia, kecukupuan,anak-anaknya sekolah lancar. Namun
tiba-tiba adalah masalah dengan istrinya, keluarganya terbelah. Sampai saat ini
belum selesai sehingga hidup terpisah.
Saat mengalami hidup yang berat ada kerinduan
untuk mendapat petunjuk dari Allah. Oh Tuhan berikan petunjukMu untuk kujadikan
pegangan hidup, sebuath syaitu lagu yang dinyanyikan Panbers. Bagaimanakah sikap saya agar bisa
menerima petunjuk dari Tuhan. Kisah Maria dan Marta menarik sekali. Ketika
Yesus ternyata lebih berkenan kepada Maria yang diam di dekat kaki Yesus,
dibandingkan dengan Marta yang sibuk ini itu menyiapkan segala sesuatu untuk
menyambut tamunya.
Diam
yang bagaimanakah? Maria menjadi teladan sikap diam tersebut. Dari saat saat Malaikat Gabriel mengunjunginya dan
memberitakan kelahiran Yesus (Luk 1: 26-38). Kemudian berlanjut saat Bunda Maria mengunjungi Elizabeth saudaranya, yang
menyebutnya sebagai ‘Ibu Tuhanku’ (Luk 1:43). Saat para gembala dan para
malaikat menyembah Yesus Sang Putera yang dilahirkan di kandang Betlehem (lih.
Luk 2:19), di sanalah pertama kali saya membaca, bahwa Maria menyimpan segala
perkara di dalam hatinya dan merenungkannya (Luk 2:51) Ia tidak mengerti perbuatan Putranya. Tetapi
ia tidak memakai ketidakmengertiannya sebagai bahan untuk dipersoalkan dan
dibicarakan. Ia menerimanya dengan diam, sampai di kaki salib Putranya.
Dalam
diamnya Maria menyimpan segala perkara dalam hatinya dan merenungkannya. Ini
tentu bukan hal yang mudah. Secara reaktif bukankah saya selalu mempertanyakan
hal-hal pahit yang dialami dengan kata tanya : Mengapa ini terjadi. Terbit rasa
perlawanan dalam hati. Dan merasa penderitaan sebagai hukuman dari Tuhan.
Santa
Edith Stein mengatakan bahwa Maria
menjadi teladan utama bagi saya. Bagaimana saya harus diam di hadapan
Allah. Dalam diamnya Maria saya belajar
untuk membuka batin dan pikiran bagi Allah dan
sesama. Dengan diam-diam pula
Tuhan bekerja di dalam dirinya. Maria selalu menimbang-nimbang sabda Allah dengan hening dan diam. Itulah sebenarnya inti terdalam dari kehidupan doa saya.
Tuhan bekerja di dalam dirinya. Maria selalu menimbang-nimbang sabda Allah dengan hening dan diam. Itulah sebenarnya inti terdalam dari kehidupan doa saya.
Sepertinya dari peristiwa dan kejadian
sehari-hari yang saya alami saya harus menyelam lebih dalam lagi. Bukan pada
peristiwa gembira atau sedih, penderitaan atau kebahagiaan, namun pada
kemampuan saya untuk memaknainya. Fritz Meko SVD menuliskan puisi yang indah:
Saya
adalah
Impian
langit
Yang
digenang darah dan air
Mengalir
Dalam
rongga rahim
Datanglah
kehidupan
Lalu
Saya pun terus mengembara
Menyusuri
aneka peristiwa
Menggali
makna
Mengendus
hikmah
Dan
Kembali
menimbunnya
Dengan
harapan-harapan yang tersisa.
Biodata :
Heru Tricahyanto
Alamat : Dimaskomputer, Jl Veteran 12
Trimulyo 1 Kepek Wonosari Gunungkidul 55813
No comments:
Post a Comment