Judul : Bakat Bukan Takdir
Penulis : Bukik Setiawan dan Andrie Firdaus
Penerbit : Buah Hati
Isi :
250 halaman
Cetakan : pertama , Maret 2016
ISBN : 978-602-7652-88-0
Anak-anak
kita hidup pada zaman yang sama sekali berbeda dengan para orang tuanya. Zaman
internet, zaman digital dan zaman kreatif, dimana informasi berkelindan sangat
cepat. Warisan pengetahuan generasi tua tidak lagi relevan dengan karena
pengetahuan terus menerus baru. Ada banyak profesi baru yang tidak terbayangkan
sebelumnya. Apa tantangan yang dihadapi anak kita di zaman kreatif? Dan
bagaimana peran kita sebagai orang tua dalam mempersiapkan mereka mengarungi
zaman ini?
Perbincangan
mengenai pendidikan anak memang menarik dan tidak akan pernah selesai.
Bagi para orang tua perbincangan mengenai perkembangan anak-anaknya menjadi salah satu topik yang menarik. Salah
satu yang dihadapi oleh orang tua dalam mendidik anaknya adalah mengenali apa bakatnya. Istilah bakat ini
muncul ketika misalnya kita melihat seorang anak kecil yang betah menggambar,
dan hasilnya Nampak menarik dan bagus. Lalu kita mengatakan ,” Wah anak itu
memilik bakat menggambar”. Mengapa bakat menjadi hal yang penting diperhatikan
bagi orang tua?
Ada
beberapa hal yang ditawarkan oleh Bukik sebagai bekal.Pengetahuan lama tidak
lagi relevan karena perubahan terjadi setiap waktu, maka yang penting adalah
kemampuan belajar. Tetapi belajar di sini bukan lagi duduk
mendengarkan orang ceramah. Makna belajar terjadi ketika anak melakukan aktivitas
menggunggah (karya/informasi). Profesi
atau pekerjaan yang kerap kali ditanyakan ketika seorang anak lulus sekolah bukanlah menjadi
hal yang penting karena profesi bisa berubah maka lebih baik berfokus pada
pemanfaatan kekuatan diri menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Anak –anak di
zaman kreatif memilih prosfesi bukan hanya untuk memperoleh penghasilan, tapi
merasakan suatu kepuasan batin dari gaya hidup sebuah profesi yang diminatinya.
Kembali
ke soal bakat, maka jika terdengar kata
ini orang akan menjawab bakat adalah potensi. Lalu para orang tua berusaha
dengan sekuat tenaga mengenali bakat anaknya. Dengan kata lain bakat adalah
takdir. Dengan berbekal pada konsep yang dikembangkan oleh psikolog pendidikan,
Donald O Clifton dan Howard Gardner, Bukik menawarkan bahwa bakat bukan sekadar
sesuatu yang dibawa sejak lahir, tapi pengembangan potens anak hingga menjadi
tindakan nyata yang bermanfaat. Sampai di sini bakat berarti berimplikasi ada
karya yang bermanfaat bagi orang lain.
Namun bakat ini tentu tidak terlepas dari
bawaan lahir si anak yaitu yang disebut dengan Kecerdasan majemuk yang terdiri
dari 8 macam.
Untuk
mengembangkan bakat anak ini tentu bukan
sesuatu yang tiba-tiba menjadi, namun melalui suatu proses atau siklus yang terbagi sesuai umur si anak. Umur 0-7
tahun merupakan fase eksplorasi, 7-13 tahun adalah fase belajar mendalam,
kemudian fase arah karier mulai usia 13 tahun, sampai nanti anak berusia 18
tahun dan memasuki fase karier. Dalam praktik pendidikan di Indonesia kerap kali
ditemukan pada fase eksplorasi ini anak sudah dicekoki berbagai macam hal yang
bersifat kognitif.
Buku
ini bukanlah berisi teori-teori mengenai pendidikan ataupun buku analisis yang
rumit. Melainkan berisi panduan dan cara-cara praktis agar orang tua bisa
mendampingi anak-anaknya mengenali dan
mengembangkan bakatnya. Buku ini juga masih kelanjutan dari yang terdahulu
yaitu Anak Bukan Kertas Kosong, sehingga sangat disarankan agar pembaca membaca
buku terdahulu. Konsep yang ada di buku pertama dan kedua sebenarnya merupakan
penjabaran dari konsep-konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang ternyata sangat
kaya dan menarik dari yang sejauh ini diketahui khalayak.
Penulis : Alusius Heru
Tricahyanto (dimuat dalam Majalan Utusan edisi ..lupa)
No comments:
Post a Comment